• RSS
  • Facebook
  • Twitter

Menulis | Pemerhati Sosial, Budaya dan Desa | #SaveOurNation | Building Maker | Fans of @chelseafc

  • Filosofi Kopi

    Ikuti Filosofi Kopi Dari Awal Hingga Akhir

  • Garis Waktu

    Dunia seolah sempit dengan adanya garis waktu.

  • Hidup

    Hidup adalah Dinamika, dan Estetika.

    Kamis, 28 Februari 2013

    Produk hukum diindonesia saat ini mulai memasuki babak baru dalam soal kualitas dan kuantitas. Sejumlah kasus besar dan luar biasa mulai terdengar akrab ditelinga dan mata khalayak. Penegakan hukum dibidang pemberantasan korupsi pun tak main-main. Yang terbaru dam masih segar dalam ingatan adalah kasus korupsi sapi impor yang melibatkan pimpinan salah satu partai, yaitu Luthfi Hasan Ishak. Dan yang tak kalah mengguncangnya, baru beberapa hari ditetapkannya Anas Urbaningrum sebagai salah satu dari sekian tersangka untuk kasus Hambalang. Yang mana kita ketahui, Anas juga merupakan Ketua Umum salah satu partai yang berkuasa saat ini, Demokrat.
    Harapan besar jelas tertuju kepada KPK selaku lembaga independen yang memberanguskan korupsi dari muka bumi indonesia. Tentu hal ini juga berlaku kepada kasus-kasus lainnya agar tidak dianggap sekedar pesanan penguasa atau tebang pilih dalam penanganan kasus demi kasus.
    Hal yang paling mengemuka saat ini adalah dibukanya kembali kasus Century yang setelah sekian lama redup dan terkesan hilang jejak dalam penyidikan. Padahal titik terang kasus ini telah dibuka secara halus kala Antasari Azhar menjabat sebagai pimpinan KPK. Bank Indover mungkin bisa jadi acuan untuk membuka korupsi yang bisa dikatakan berjamaah tersebut.
    Inilah yang kemudian menjadi perdebatan panjang antara timsus kasus century yang diisi oleh beberapa anggota DPR-RI dengan KPK. Lambannya penanganan kasus ini menjadi bukti bahwa KPK sangat berhati-hati dalam menentukan keputusan tentang penyidikan, karena jelas kasus ini berkaitan penguasa negara saat ini. Nama Budiono dan Sri Mulyani disebut-sebut terlibat dan mengetahui aliran dana talangan untuk Century.
    Namun untuk kasus Presiden PKS sendiri, penetapan status tersangka tidak membutuhkan waktu yang lama. Maka wajar ketika kasus ini menyeruak, suara konspirasi diteriakkan para kadernya. Tapi sekali lagi, dalam kasus Impor sapi ini, Luthfi Hasan Ishak jelas memang tertangkap tangan.
    Itu sebagian kasus besar yang didalangi aktor besar juga dibelakangnya, mungkin beda kasta dengan kasus untuk masyarakat menengah kebawah. Disana banyak juga kasus salah tangkap dan jika boleh dikatakan kasus mereka murni dikriminalisasikan oleh institusi khusus.
    Sebut saja kasus Edih Kusnaedi, Sherlita Stephanie dan lain-lain. Yang terbaru adalah kasus tertangkapnya salah satu artis muda yang sedang naik daun, Raffi Ahmad untuk kasus penyalahgunaan narkoba. Banyak pihak yang mempertanyakan penangkapan ini, mengapa setelah penangkapan, barulah pihak BNN mengumumkan bahwa zat metilon tersebut masuk dalam zat psikotropika.
    Itu merupakan secuil dari kasus salah tangkap dan rekayasa, terlepas dari kebenaran cerita tersebut, tentu kita selaku rakyat indonesia sangat berharap agar para pihak yang menegakkan hukum diindonesia bisa lebih professional dan jujur dalam pelaksanaannya. Tetap memandang kaidah dan norma-norma hukum peradilan diindonesia tercinta.
    Tiada hentinya berharap akan penegakan hukum yang seadil-adilnya, karena jika dunia hukum mulai dirasuki tatanan liberal dan oligarki. Maka yang terjadi hukum bisa dipesan dan diperjualbelikan layaknya hukum tawar-menawar. Harapan itu tetap ada, saya yakin diluar sana masih ada para penegak hukum yang berhati emas. Kedepan, pada mereka-mereka inilah kita titipkan mimpi-mimpi kita.

    es.

    Sabtu, 16 Februari 2013


    Akhir-akhir sering ini sering sekali mendengar berita tentang perdebatan yang tak kunjung usai, tawuran, gontok-gontokan sesama bangsa dan segala hal yang berbau kekerasan. Meski kadang kelakuan ini kadang hanya sebatas perang kata-kata untuk menciptakan sebuah opini masing-masing fihak, namun dampaknya ternyata sangat berpengaruh bagi sebuah kebersamaan.
    Penyebabnya pun bermacam-macam, mulai dari persaingan dalam perebutan suatu kursi, saling curiga sesama teman seperjalanan dan masih banyak lagi. Bahkan ada juga gara-gara bisnis.
    Dulu bangsa ini terkenal dengan keterbukaannya dan rasa musyawarah ketika dihadapkan pada suatu keputusan sulit yang akan diambil. Namun saat ini kedua hal tersebut menjadi sangat langka dan bahkan nyaris hilang. Entah karena sifat egois yang terlalu dikedepankan atau hanya sekedar pengen unjuk gigi, bak dalam bahasa sehari-hari "Apa saja saya bisa".
    Bukankah dalam kehidupan sehari-hari, dinamika sosial itu wajar. Wajar dalam artian mampu dipertanggungjawabkan dihadapan khalayak. Mengenal pribadi diri sendiri, sebelum menilai orang lain kiranya bolehlah dijadikan dasar dalam kehidupan sehari-hari. Jangan sampai penilaian itu nantinya jadi bumerang tersendiri ketika kebenaran mulai terungkap.
    Manusia dianugerahi akal dan fikiran, sudah sepantasnya kita maksimalkan. Jika memang ingin menjadi sesuatu, harus siap dikritisi dan mengkritisi. Jika memang dirasa ada perbedaan, baiknya dibicarakan dahulu sebelum memberikan statement ke publik. Kita bangsa terdidik, yang mengenal baca dan tulis, tentu beda dengan orang primitif jaman purba dahulu.
    Serendah-rendahnya pendidikan dan ilmu yang didapat dan setinggi-tingginya pendidikan dan ilmu yang diraih, semuanya takkan mampu mengalahkan pengalaman dan kebijaksanaan dalam bersikap. Dua hal ini yang terkadang luput dari pengamatan kita.
    Mungkin ada baiknya kita hidup selalu berbekalkan cermin, cermin kehidupan kita sendiri. Saat kita mulai merasa paling hebat, saat itu pula cerminan diri akan hadir. Ini nantinya yang akan menjadi pedoman diri dalam bersikap, selalu rendah diri dalam kehebatan tanpa batas.
    Memaafkan dan dimaafkan tentu saja wajib hukumnya, inilah cara untuk memperpanjang tali silaturahmi. Mengalah bukan berarti kalah, jika ada orang yang memiliki kebesaran hati disebelahmu saat itu. Yakinlah, hanya ia yang betul-betul memahami makna dari kemenangan yang sebenarnya.
    Hidup kadang tak selalu dipenuhi dengan bunga-bunga yang penuh bermekaran, terkadang bunga itu akan layu saat diri tak merawatnya dengan baik atau mati sedari awal ketika hendak bertunas. Tapi yakini satu hal,  matahari akan selalu bersinar dikala pagi, pelan merawatmu tanpa perlu dijaga, namun ia senantiasa hadir dalam setiap langkah kehidupanmu.

    Sekian.
    Catatan diri dan sahabat.

    Rabu, 30 Januari 2013

    Pemberdayaan desa sebagai tonggak penting dari suatu bangsa memang tak pernah terpisahkan dari ranah demokrasi, banyak hal besar dinegara ini yang berawal dari desa. Sikap gotong royong, tenggang rasa, toleransi yang tinggi dan masih banyak lagi. Hal inilah yang akhir-akhir ini membuat pemerintah mulai melirik kehadiran desa beserta infrastruktur yang ada didalamnya kian penting bagi kemajuan dan kemandirian suatu bangsa.

    Program-program yang ditujukan ke desa-desa pun mulai bermunculan, sebut saja PNPM-MP, PPIP dan lain-lain. Dimana kehadiran program-program adalah sebagai reaksi pusat terhadap minimnya akses dan infrastruktur desa-desa yang ada di Indonesia dan Tayan pada khususnya. Namun tak semuanya program tersebut menyentuh langsung beberapa akses penting yang sangat didambakan warga dibeberapa desa di Tayan. Hal ini kami jumpai ketika liputan dilapangan.

    Untuk beberapa desa saja,akses jalan masih ada yang belum memiliki kemulusan yang layak,sebagian besar jalan menuju pedesaan masih didominasi timbunan laterit dan batu saja. Padahal jika pengaspalan memasuki desa tersebut, akses perekonomian masyarakat mungkin akan lebih bertambah.

    Jembatan yang ada juga jauh dari kata layak guna, dari pantauan kami dilapangan, tercatat hanya beberapa desa yang jembatan kecilnya dapat dikatakan layak jalan. Sisanya masih ada yang menggunakan material kayu balok sebagai pondasinya.

    Penting bagi pemerintah daerah dan pusat dalam mengatasi permasalahan minimnya infrastruktur desa yang masih minim seperti itu. Mengingat kehadiran desa sebagai ujung tombak bangkitnya suatu negara,maka sudah sepantasnyalah desa juga yang menjadi prioritas pembangunan bangsa ini.Mungkin ada baiknya juga kita membandingkan dengan APBD DKI Jakarta yang tahun ini mencapai kisaran 49,9 Triliun!!! Luar biasa besar untuk kaliber Jakarta sebagai ibukota negara yang mana pusat pemerintahan juga bercokol disana. Jikalau boleh membandingkan dengan tingkatan pembangunan di kalimantan barat, Tayan khususnya. Mungkin saat ini bumi Borneo sudah berada diambang batas kemakmuran. Mungkin dengan disahkannya RUU Desa yang saat ini tengah digodok di DPR-RI bisa menjadi solusi bagi mayarakat desa. Atau malah jadi blunder tersendiri bagi rezim yang berkuasa. Di rubrik selanjutnya, akan kita bahas tentang RUU Desa dan Permasalahannya.

    Senin, 28 Januari 2013




                                        







    Alhamdulillah dilahirkan oleh kedua orang tua yang berlatar belakang berbeda, ayah Melayu dan Ibu Dayak, diberikan kepercayaan memakai nama Jawa, mungkin terinspirasi dari seorang supir motor klotok yang ngetop di era 80-an.

    Saat ini sudah dianugerahi satu istri sejak 10 Juli 2010 yakni Rafidah Setiawan dan satu orang anak, Keanu Akmal Pradipta.

    Penyuka hujan dan penikmat kopi klasik yang penghasilannya masih pas-pasan, namun kecintaan pada keluarga dan dicintai orang terkasih, senantiasa jadi kekayaan hati yang tak ternilai harganya.

    Penulis, blogger, Founder Edy's Brotherhoods, Pemerhati Sosial, Budaya dan Desa. 

    Silahkan hubungi saya di alamat Email : edy.setiawan@asia.com

    Twitter : @edysetiawan_